THOMAS
HOBBES:
NEGARA
KEKUASAAN SEBAGAI LEVIATHAN
OLEH : FURQAN
Thomas Hobbes mengibaratkan
negara sebagai leviathan,
sejenis monster (mahkluk raksasa) yang ganas
menakutkan dan bengis.
menakutkan dan bengis.
A. KONTEKS
SOSIO-HISTORIS DAN BIOGRAFI SINGKAT
Hobbes dilahirkan dalam keluarga
miskin. Ayahnya seorang pendeta, mengirimkan Hobbes pada seorang paman yang
kaya. Pamannya inilah yang membesarkan dan mendidik Hobbes. Atas bantuan
keuangan pamannya Hobbes belajar di
universitas Oxford. Banyak peristiwa sosial politik
yang mempengaruhi pemikiran Hobbes, diantaranya pertentangan antara gereja,
kaum puritan dan kaum katolik serta konfrontasi antara raja dan parlemen. Oleh
sebab itu dia terobsesi untuk mencari pemecahan masalah bagaimana perang dan
konflik bisa dihindari dan terciptanya perdamaian. Hobbes menyimpulkan.
Pertama, salah satu sebab terjadinya perang agama, sipil dan konflik konflik
sosial adalah karena lemahnya kekuasaan negara. Kedua, perang dapat
dihindari dan terciptanya perdamaian
bila kekuasaan negara mutlak, tidak
terbagi bagi. Demokrasi bagi hobbes adalah malapetaka politik yang mesti
dihindari. Dalam mencari pemecahan masalah Hobbes mempertanyakan bagaimana
masyarakat dapat diatur sehingga konflik sosial dapat dihindari, bagaimana hubungan
antara hukum, negara, kekuasaan dan moralitas dalam kaitannya dengan usaha
menciptakan perdamaian, Bagaimana persoalan perang sipil dan agama?. Di sini
dia menghadapi kenyataan kontradiktif ketika kaum agama menyatakan perjuangan
mereka berdasarkan norma dan nila agama yang luhur, tetapi kenyataannya kaum
agama muncul dalam sejarah sebagai aktor aktor politik yang bengis dan kejam.Dari pengamatan itu Hobbes
menarik dua kesimpulan: Pertama menata masyarakat berdasarkan prinsip prinsip
normatif seperti agama dan moralitas tidak mungkin. Prinsip prinsip itu
hanyalah kedok emosi dan nafsu hewani yang rendah. Kedua, masyarakat bisa mewujudkan
perdamaian hanya apabila mampu mengeyahkan hawa hawa nafsu itu, damai tercipta
bila manusia terbebas dari hawa nafsunya.
MANUSIA
DALAM PANDANGAN HOBBES
Menurut
Hobbes manusia adalah pusat segala permasalahan sosial dan politik. manusia
tidak bisa didekati secara normatif religius, cara terbaik menurut Hobbes adalah mendekati manusia sebagai sebuah alat
mekanis dan memahaminya dari pendekatan matematis-geometris.Tokoh – tokoh yang mempengaruhi
pemikiran Hobbes adalah : Francis Bacon (Inggris), Rene Descartes (Prancis),
Galileo Galilei (Italia).
Hobbes mengakui kekuatan akal dan
naluri manusia itu sama kuatnya. Alam memang telah mengatur demikian, dan
hakikat alamiah tersebutlah yang akhirnya melahirkan persaingan sesama manusia.
Dan Hobbes berpendapat bahwa kehidupan manusia akan selalu diwarnai persaingan
dan konflik kekuasaan.
Pertarungan sesama manusia itu
diperkuat oleh tiga faktor, menurut Hobbes. Yaitu: Kecendrungan alamiah manusia
untuk meraih kebesaran tertinggi, bagi manusia kebesaran diri merupakan bentuk
kebahagiaan tertinggi, Kesetaraan manusia karena secara
alamiah manusia tak ada yang lebih kuat dari manusia lainnya. Faktor agama. Agama bisa
memperuncing konflik. Hobbes kurang simpatik terhadap
agama, bukan saja menganggap sebagai pemicu konflik antara manusia bahkan dia
menganggap agama itu takhayul dan produk rasa takut. Dan rasa takut manusia
akan kekuatan di luar dirinya membuat manusia percaya pada agama, roh-roh dan
tuhan.
STATE
OF NATURE DAN TERBENTUKNYA NEGARA
Hobbes melukiskan keadaan manusia
sebelum terbentuknya negara sebagai
keadaan alamiah. Dalam keadaan alamiah manusia bebas melakukan apapun yang dikehendakinya sesuai
tuntutan nalurinya. Dalam keadaan alamiah manusia
bukan lah seperti hewan, meski sama-sama memiliki naluri, naluri hewan
mendorong untuk berkompromi, sedangkan naluri manusia mendorong untuk
berkompetisi dan berperang. Di sinilah akal dan nalar berperan, yang membimbing
manusia untuk berdamai dan nalar manusia merasa membutuhkan “kekuatan bersama”
yang bisa menghindari pertumpahan darah. Akal mengajarkan bahwa manusia
sebaiknya hidup damai di bawah kekuasaan negara dan hukum dari pada hidup bebas
tapi anarkis dan berbahaya bagi keselamatan manusia.
Hobbes berpendapat terbentuknya
kedaulatan atau negara pada hakikatnya adalah perjanjian sosial, dalam
perjanjian itu manusia dengan sukarela menyerahkan hak-haknya kepada seorang
penguasa negara atau dewan rakyat. Negara versi Hobbes memiliki
kekuasaan mutlak. Kekuasaanya tidak boleh terbelah. Jika terbelah akan
timbulnya anarki, perang sipil atau perang agama. Karena kekuasaan negara
mutlak maka akan melahirkan negara despotis/tirani. Tapi itu lebih baik menurut
Hobbes daripada terjadi anarki akibat terbelah kekuasaan.
Untuk menghindari perang dan
menciptakan perdamaian negara kekuasaan yang memilii sifat-sifat leviathan
(kuat, kejam dan ditakuti) merupakan pemecahan masalah terbaik dalam hal ini. Hobbes tidak setuju dengan
demokrasi atau sejenis dewan rakyat sebab negara demokrasi menuntut adanya
pluralisme politik termasuk adnya berbagai pusat-pusat kekuasaan. Menurut
Hobbes monarki absolut hanya ada seorang penguasa adalah bentuk negara terbaik.
Dengan hanya seorang penguasa rahasia-rahasia negara akan mudah dijaga. Keamanan
negara lebih terjamin.Negara dengan penguasa dewan rakyat akan mudah mengalami
disintegrasi dan dalam membuat sebuah keputusan, kesepakatan sulit untuk
tercapai.
Ada kesan Hobbes tidak menolak
munculnya nepotisme dalam proses pergantian penguasa. Konsekuensinya Hobbes
bisa membenarkan pengangkatan seorang penguasa atas dasar keturunan, suatu
prinsip yang dianut raja-raja Eropa di abad-abad pertengahan.
Penulis Adalah Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala Angkatan 2012. dapat dihubungi di Alamat FB : Furqan Balatentara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar