Bahan Diskusi FAMKAP, 15 Oktober 2014
FURQAN - Mahasiswa Ilmu Politik Unsyiah
A. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) dan INDONESIA
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
B. GAMBARAN UMUM AFTA
1. Lahirnya AFTA
Pada pertemuan tingkat Kepala Negara ASEAN (ASEAN Summit) ke-4 di Singapura pada tahun 1992, para kepala negara mengumumkan pembentukan suatu kawasan perdagangan bebas di ASEAN (AFTA) dalam jangka waktu 15 tahun.
2. Tujuan dari AFTA
menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global. menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI). meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).
3. Jangka Waktu Realisasi AFTA
KTT ASEAN ke-9 tanggal 7-8 Oktober 2003 di Bali, dimana enam negara anggota ASEAN Original Signatories of CEPT AFTA yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand, sepakat untuk mencapai target bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 60% dari Inclusion List (IL) tahun 2003; bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 80% dari Inclusion List (IL) tahun 2007; dan pada tahun 2010 seluruh tarif bea masuk dengan tingkat tarif 0% harus sudah 100% untuk anggota ASEAN yang baru, tarif 0% tahun 2006 untuk Vietnam, tahun 2008 untuk Laos dan Myanmar dan tahun 2010 untuk Cambodja. Tahun 2000 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL). Tahun 2001 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 90% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL). Tahun 2002 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), dengan fleksibilitas. Tahun 2003 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), tanpa fleksibilitas. Untuk ASEAN-4 (Vietnam, Laos, Myanmar dan Cambodja) realisasi AFTA dilakukan berbeda yaitu : Vietnam tahun 2006 (masuk ASEAN tanggal 28 Juli 1995). Laos dan Myanmar tahun 2008 (masuk ASEAN tanggal 23 Juli 1997). Cambodja tahun 2010 (masuk ASEAN tanggal 30 April 1999).
4. Beberapa istilah dalam CEPT-AFTA
Fleksibilitas adalah suatu keadaan dimana ke-6 negara anggota ASEAN apabila belum siap untuk menurunkan tingkat tarif produk menjadi 0-5% pada 1 Januari 2002, dapat diturunkan pada 1 Januari 2003. Sejak saat itu tingkat tarif bea masuk dalam AFTA sebesar maksimal 5%. CEPT Produk List ·Inclusion List (IL) : daftar yang memuat cakupan produk yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
Produk tersebut harus disertai Tarif Reduction Schedule.
Tidak boleh ada Quantitave Restrictions (QRs).
Non-Tarif Barriers (NTBs) lainnya harus dihapuskan dalam waktu 5 tahun.
Temporary Exclusion (TEL) : daftar yang memuat cakupan produk yang sementara dibebaskan dari kewajiban penurunan tarif, penghapusan QRs dan NTBs lainnya serta secara bertahap harus dimasukkan ke dalam IL.
Sensitive List (SL) : daftar yang memuat cakupan produk yang diklasifikasikan sebagai Unprocessed Agricultural Products. Contohnya beras, gula, produk daging, gandum, bawang putih, dan cengkeh, serta produk tersebut juga harus dimasukkan ke dalam CEPT Scheme tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama. Contohnya Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand harus telah memasukkan produk yang ada dalam SL ke dalam IL pada tahun 2010, Vietnam pada tahun 2013, Laos dan Myanmar pada tahun 2015, serta Kamboja pada tahun 2017.
General Exception (GE) List : daftar yang memuat cakupan produk yang secara permanen tidak perlu untuk dimasukkan ke dalam CEPT Scheme dengan alas an keamanan nasional, keselamatan/kesehatan umat manusia, binatang dan tumbuhan, serta pelestarian objek arkeologi, dan sebagainya (Article 9b of CEPT Agreement). Contohnya antara lain senjata, amunisi, da narkotika. Produk Indonesia dalam GE List hingga saat ini sebanyak 96 pos tarif.
a. Inclusion List
Negara Anggota AFTA
Jadwal Penurunan/Penghapusan
ASEAN -6
Tahun 2003 : 60% produk dengan tarif 0%
Tahun 2007 : 80% produk dengan tarif 0%
Tahun 2010 : 100% produk dengan tarif 0%
Vietnam
Tahun 2006 : 60% produk dengan tarif 0%
Tahun 2010 : 80% produk dengan tarif 0%
Tahun 2015 : 100% produk dengan tarif 0%
Laos dan Myanmar
Tahun 2008 : 60% produk dengan tarif 0%
Tahun 2012 : 80% produk dengan tarif 0%
Tahun 2015 : 100% produk dengan tarif 0%
Kamboja
Tahun 2010 : 60% produk dengan tarif 0%
Tahun 2015 : 100% produk dengan tarif 0%
b. Non Inclusion list
§ TEL harus dipindah ke IL
§ GEL dapat dipertahankan apabila konsisten dengan artikel 9 CEPT Agreement, yaitu untuk melindungi :
§ Keamanan Nasional
§ Moral
§ Kehidupan Manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan dan kesehatan
§ Benda-benda seni, bersejarah dan purbakala
AFTA, PELUANG DAN TANTANGAN SEKALIGUS ANCAMAN
BAGI INDONESIA PADA 2015
Dengan dibentuknya AFTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015, tentu berdampak pada munculnya peluang, tantangan, dan ancaman bagi Indonesia. Diantaranya adalah sebagai berikut :
Peluang :
Manfaat integrasi ekonomi
Pasar potensial dunia
Kesediaan Indonesia bersama-sama dengan 9 Negara ASEAN lainnya membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 tentu saja didasarkan pada keyakinan atas manfaatnya yang secara konseptual akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kawasan ASEAN.
Pasar potensial dunia
Pewujudan MEA di tahun 2015 akan menempatkan ASEAN sebagai kawasan pasar terbesar ke-3 di dunia yang didukung oleh jumlah penduduk ke-3 terbesar (8% dari total penduduk dunia) di dunia setelah China dan India.
Negara pengekspor
Negara-negara di kawasan ASEAN juga dikenal sebagai negara-negara pengekspor baik produk berbasis sumber daya alam (seperti agro-based products) maupun berbagai produk elektronik.
Negara tujuan investor
Uraian tersebut di atas merupakan fakta yang menunjukkan bahwa ASEAN merupakan pasar dan memiliki basis produksi. Fakta-fakta tersebut merupakan faktor yang mendorong meningkatnya investasi di dalam dalam negeri masing-masing anggota dan intra-ASEAN serta masuknya investasi asing ke kawasan.
Daya saing
Liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran arus barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN karena hambatan tarif dan non-tarif yang berarti sudah tidak ada lagi.
Sektor jasa yang terbuka
Aliran modal
Tantangan :
Laju peningkatan ekspor dan impor
Di bidang jasa, ASEAN juga memiliki kondisi yang memungkinkan agar pengembangan sektor jasa dapat dibuka seluas-luasnya. Sektor-sektor jasa prioritas yang telah ditetapkan yaitu pariwisata, kesehatan, penerbangan dan kemudian akan disusul dengan logistik.
Aliran modal
Dari sisi penarikan aliran modal asing, ASEAN sebagai kawasan dikenal sebagai tujuan penanaman modal global.
Tantangan :
Laju peningkatan ekspor dan impor
Tantangan yang dihadapi oleh Indonesia memasuki integrasi ekonomi ASEAN tidak hanya yang bersifat internal di dalam negeri tetapi terlebih lagi persaingan dengan negara sesama ASEAN dan negara lain di luar ASEAN seperti China dan India.
Laju inflasi
Tantangan lainnya adalah laju inflasi Indonesia yang masih tergolong tinggi bila dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN.
Dampak negatif arus modal yang lebih bebas
Proses liberalisasi arus modal dapat menimbulkan ketidakstabilan melalui dampak langsungnya pada kemungkinan pembalikan arus modal yang tiba-tiba maupun dampak tidak langsungnya pada peningkatan permintaaan domestik yang akhirnya berujung pada tekanan inflasi.
Kesamaan produk
Kesamaan jenis produk ekspor unggulan ini merupakan salah satu penyebab pangsa perdagangan intra-ASEAN yang hanya berkisar 20-25 persen dari total perdagangan ASEAN.
Daya saing sektor prioritas integrasi
Saat ini Indonesia memiliki keunggulan di sektor/komoditi seperti produk berbasis kayu, pertanian, minyak sawit, perikanan, produk karet dan elektronik, sedangkan untuk tekstil, elektronik, mineral (tembaga, batu bara, nikel), mesin-mesin, produk kimia, karet dan kertas masih dengan tingkat keunggulan yang terbatas.
Daya saing SDM
Kemapuan bersaing SDM tenaga kerja Indonesia harus ditingkatkan baik secara formal maupun informal.
Tingkat perkembangan ekonomi
Tingkat perkembangan ekonomi Negara-negara Anggota ASEAN hingga saat ini masih beragam.
Kepentingan nasional
Disadari bahwa dalam rangka integrasi ekonomi, kepentingan nasional merupakan yang utama yang harus diamankan oleh Negara Anggota ASEAN. Kepentingan kawasan, apabila tidak sejalan dengan kepentingan nasional, merupakan prioritas kedua.
Kedaulatan negara
Ancaman :
Integrasi ekonomi ASEAN membatasi kewenangan suatu negara untuk menggunakan kebijakan fiskal, keuangan dan moneter untuk mendorong kinerja ekonomi dalam negeri.
Ancaman :
Sumber daya manusia Indonesia sedang terancam dari berbagai sisi, antara lain integrasi mobilitas tenaga kerja kawasan ASEAN melalui kesepakatan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), teknologi yang semakin berkembang dan perdagangan bebas yang menyebabkan membanjirnya produk luar di Indonesia. Rendahnya kualitas tenaga kerja Indonesia disebabkan karena sistem diklat yang masih berorientasi pada pendekatan “supply driven”. Program diklat yang dikembangkan oleh lembaga diklat pemerintah dan swasta belum mengacu kepada kebutuhan pasar kerja. Akibatnya terjadi kesenjangan yang semakin lebar antara kualitas tenaga kerja yang dihasilkan oleh lembaga diklat dengan kualitas yang dibutuhkan oleh dunia usaha/industri.
Selain masalah itu, dengan adanya pasar tunggal ASEAN ini juga mengancam eksistensi usaha sekaligus SDM lokal. Selama ini Indonesia lebih banyak berperan sebagai pasar empuk bagi produk-produk luar. Berbagai produk negara lain membanjiri Indonesia mulai dari makanan, fashion, otomotif dan elektronik. Produk-produk itu sangat kompetitif baik dari segi kualitas maupun harga sehingga produk dalam negeri menjadi kurang berkembang akibat kalah bersaing. Sejauh ini mayoritas pemerintah daerah tidak mengetahui mengenai rencana diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean sehingga banyak pengusaha di daerah lebih kesulitan mempersiapkan diri. Di sisi lain, para pengusaha asal Malaysia, Vietnam, dan Thailand saat ini aktif memperkenalkan produknya kepada pasar Indonesia.
Dalam mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN ini Indonesia memiliki peluang yang besar untuk dapat bersaing dengan Negara ASEAN lainnya . Akan tetapi perlu diingat bahwa selain peluang Indonesia juga akan dihadapkan dengan berbagai tantangan dan juga ancaman yang mungkin bisa menghambat Indonesia untuk dapat bersaing dengan Negara ASEAN lainnya. Untuk dapat memanfaatkan peluang serta mengantisispasi terjadinya ancaman itu maka pemerintah harus memersiapkan diri untuk menyongsong era “Masyarakat Ekonomi Asean” ini dengan mempercepat pembangunan di berbagai infrastruktur, jaringan logistik, ketersediaan energi dan konektivitas untuk meningkatkan daya saing pengusaha domestik. Selain itu pemerintah harus mampu merancang skema yang dianggap paling menguntungkan bagi perekonomian nasional. Pemerintah harus segera menyususun langkah yang strategis yang dapat diimplementasikan secara spesifik agar peluang pasar yang terbuka dapat dimanfaatkan secara optimal. Jika tidak, Indonesia hanya akan jadi pasar bagi produk-produk Thailand, Malaysia, dan Singapura saat Asean Economic Community berlaku pada 2015.
SEKIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar