“Blusukan” (kerja) Kabinet Kerja
Oleh,
Amri W. Hidayat
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada 27 oktober 2014 telah resmi melantik menteri kabinet nya dengan nama “kabinet kerja”. sebelum pelantikan tersebut selama satu minggu lamanya polemik terhadap pelantikan menteri-pun berkembang dalam masyarakat, dari mengapa pelantikan kabinet dengan menteri-menterinya terus di tunda-tunda, hingga siapa yang memang benar-benar tepat mengisi pos menteri apakah dari kalangan professional atau dari kalangan politikus yang berlatar parpol. Terlepas dari segala polemik yang telah berkembang akhir-akhir ini terkait isu “menteri” pada kabinet kerja yang berjumlah 34 kementrian, ada hal menarik yang muncul setelah pelantikan para menteri dari duet Jokowi-Jk ini. Hal tersebut adalah bagaimana kinerja para menteri hari ini, dengan tren “blusukan” yang dibawa oleh Jokowi semenjak masa menjadi Wali Kota Solo kemudian menjadi Gubernur Jakarta yang mana mulai di ikuti oleh menteri-menterinya. Terlihat dalam berita media cetak dan siaran televisi betapa menteri-menteri kabinet kerja di sorot ketika melakukan blusukan, hal ini semakin menarik ketika yang ikut melakukan blusukan sama halnya dengan yang dilakukan Jokowi ini bukan hanya dilakukan oleh satu menteri, namun bisa dibilang para menteri berlomba-lomba untuk blusukan. Hal tersebut ternyata bukanlah hal yang muncul dari inisiatif menteri, melainkan instruksi dari Presiden Jokowi. Khofifah Indar Parawansa (Menteri sosial) saat blusukan ke Wisma Seroja, Bekasi, Kamis (6/11/2014) sore. Dia mengatakan, “Presiden Joko Widodo menginstruksikan kepada menteri Kabinet Kerja untuk turun ke lapangan”. Mungkin inilah penyebab mengapa setelah dilantik para menteri hilir mudik muncul di media saat blusukan.
Lantas, apa tugas menteri sesungguhnya? Pada tulisan ini penulis akan mengambil sampel Kementerian Perdagangan. Tidak bermaksud untuk menyudutkan satu pihak karena akhir-akhir ini Menteri perdagangan Rahmat Gobel–lah yang paling sering blusukan, melainkan sebagai pembelajaran. Tugas pokok menteri perdagangan adalah membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintah di bidang perdagangan. Sedangkan fungsinya adalah 1) Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perdagangan; 2) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Perdagangan; 3) Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Perdagangan; 4) Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Perdagangan di daerah; 5) Pelaksanaan Kegiatan teknis yang berskala nasional. (sumber: www.kemendag.go.id)
Dari pemaparan tugas dan fungsi menteri perdangan di atas terlihat jelas bahwa blusukan atau suatu kegiatan dimana seorang menteri meninjau langsung pasar-pasar, menanyakan bagaimana keadaan pasar, mengontrol harga-harga komoditas barang dipasar, ataupun berkeluh kesah dengan pedagang jelas bukan sebagaimana mestinya tugas dan fungsi dari seorang menteri. Hal-hal yang didapat dari blusukan tidak lebih dari persosalan-persoalan mikro. Sosiolog Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina menyatakan bahwa perilaku blusukan yang dilakukan beberapa menteri pada pemerintahan Jokowi-JK dalam kondisi saat ini hanya menyelesaikan persoalan pada level mikro. "Atau hanya sebatas aksi-aksi insidentil”, Jakarta, Selasa (4/11). Memberikan ulasan mengenai perilaku blusukan beberapa menteri Kabinet Kerja Jokowi-JK, ia melihat kurang tepat, di tengah jelasnya persoalan bangsa ini yakni kesenjangan sosial dan ekonomi antara kelas atas dan bawah yang masih sangat tinggi. Kondisi itu, kata dia, masih terdapat perbedaan yang sangat tajam antara pendapatan seorang komisaris di suatu perusahaan/BUMN yang sangat tinggi dengan kesejahteraan buruh, petani dan nelayan. Tindakan blusukan dalam pendekatan sosiologi pada konteks ini ditegaskan oleh Nia Elvina, hanya menyelesaikan persoalan dalam tingkat mikro saja. "Saya kira permasalahannya sangat jelas, sehingga tindakan para menteri yang blusukan ini, maknanya akan dipahami oleh masyarakat sebagai tindakan yang hanya ingin meningkatkan image," katanya. (sumber: REPUBLIKA.co.id)
Penulis sepakat dengan pernyataan Sosiolog Unas tersebut bahwa tindakan blusukan menteri Jokowi-Jk akhir-akhir ini hanyalah upaya untuk meningkatkan image. Hal ini semakin jelas kiranya pada saat tiga menteri Kabinet Kerja blusukan mengecek aktivitas perdagangan sayur mayur dan buah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Sabtu dini hari (1/11). Ketiga menteri itu yakni menteri perdagangan Rahmat Gobel, menteri pertanian Amran Sulaiman, dan menteri koperasi Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga. Dan diikuti rombongan wartawan, tiga menteri ini menyambangi sejumlah pedagang sayur dan buah. Kunjungan tersebut-pun dimaksudkan tiga menteri ini untuk mengecek harga sayuran dan buah dengan menanyakannya langsung kepada para pedanga yang ada di pusat sayur-mayur itu. Apa yang janggal dari peristiwa ini menurut penulis adalah ketika blusukan tiga orang menteri ini dilakukan pada waktu dini hari atau sekitar pukul 1 pagi, namun diikuti oleh segerombolan wartawan bersama para menteri. Lagi-lagi bisa dikatakan bahwa hal ini hanyalah sekadar mencari popularitas dan upaya untuk meningkatkan image, karena kalau-pun memang harus blusukan dan untuk mencari atau mengetahui apa masalah yang ada dilevel mikro atau pada pedagang-pedagang di pasar tradional, haruskah semuanya dirorot dan diberitakan oleh media?
Oleh dari itu, sebaiknya para menteri Kabinet Kerja, harus memahami dengan baik tugas dan fungsinya sebagai pembantu Presiden untuk menyelesaikan masalah-masalah pemerintahan didalam kementeriannya. Terkait persoalan blusukan sebenarnya bukan soal yang buruk namun juga tidak menjadi tugas dan fungsi yang mendasar dari sorang menteri, terlebih jika blusukan yang dilakukan bukan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, melainkan kepentingan pribadi menteri ataupun Presiden. Banyak persoalan-persoalan mendasar pada kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebelumnya, yang bersifat persoalan makro dan belum terselesakan, seperti program pembangunan masyarakat yang stagnan, koperasi mati suri, program reforma agraria yang stagnan, serta reformasi birokrasi yang belum berjalan. Ada baiknya para menteri kabinet kerja mulai berkerja dan berupaya menyelesaikan masalah-masalah makro yang memang seutuhnya menjadi tugas dan tanggung jawabnya kepada Presiden, tanpa memungkiri bahwa persoalan-persoalan mikro-pun juga harus terselesaikan karena berdampak langsung kepada masyarat Indonesia. Semoga lima tahun kedepan seluruh menteri yang berada di dalam kabinet kerja dapat memberikan sumbangsihnya terhadap kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Masyarakat juga harus pintar-pintar menilai “blusukan” yang dilakukan kabinet kerja.
Penulis Adalah Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala dan Juga Siswa di Sekolah Anti Korupsi Aceh (SAKA) angkatan V. dapat dihubungi di Amriwahidayat@gmail.com